Sabtu, 08 November 2008

hegemoni kapitalisme


Hegemoni Kapitalisme, Buah Keserakahan


Krisis global yang saat ini melanda hampir seluruh dunia, mencuatkan kritik atas sistem ekonomi kapitalis. Salah satu kesalahan mendasar dari teori ekonomi kapitalisme dimulai dari teori Bapak Ekonomi Kapitalis Adam Smith yang dalam bukunya The Wealth of Nation menyatakan, keserakahan adalah sifat dasar yang baik.
Menurut teori ini, justru karena sifat serakah itulah ekonomi akan tumbuh. Semakin besar akumulasi kapital, maka dianggap semakin makmur. Karena itulah, ekonomi kapitalis fokus pada pertumbuhan.
Nah, agar proses kapitalisasi berlangsung fair, maka harus ditopang oleh mekanisme pasar bebas. Dari sinilah filosofi Barat bahwa kebebasan kepemilikan adalah segalanya diberlakukan. Artinya, siapa saja yang memiliki akses terhadap kapital (baca: kapitalis), memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam sistem ini.
Dan memang betul, kaum kapitalis (pemilik kapital) melaju dengan keserakahannya. Akumulasi kapital telah menggelembungkan kekayaan segelintir orang di satu sisi, namun memurukkan banyak manusia pada sisi lain. Terjadi penindasan luar biasa terhadap mereka yang tidak memiliki akses terhadap kapital.
Proses kapitalisasi ini yang kemudian telah menumbuhkan hegemoni ekonomi kapitalis. Kaum kapitalis terus berambisi menjadi yang terbesar, begitu selanjutnya hingga terjadilah proses kapitalisasi besar-besaran tanpa batas.
Apalagi, kaum kapitalis tidak hanya ingin membesar, tetapi mereka juga ingin membesar dengan cepat. Misalnya dengan "mencaplok" perusahaan-perusahaan yang lebih kecil. Selain itu, juga dengan membuat bank yang berfungsi menyedot dana dari masyarakat. Itu sebabnya seorang kapitalis belum merasa menjadi konglomerat bila belum memiliki bank.
Demi menyedot uang masyarakat dengan cepat, bank yang semestinya sebagai lembaga chaneling, malah bermain layaknya spekulan. Misalnya lebih suka menyimpan uang di Bank Sentral untuk menikmati SBI, atau "melempar" dananya ke bursa saham.
Tak cukup berhenti sampai di situ, kaum kapitalis ini akan menguasai sektor-sektor strategis untuk menguasai bahan baku. Sebab, produksi sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku. Misalnya pertambangan, energi, hutan, dll.
Setelah itu, lanjut ke penguasaan perusahaan negara. Misalnya mendorong proses privatisasi BUMN. Selain itu juga melalui penyediaan dana kampanye besar-besaran untuk menyokong penguasa agar prokapitalis. Mereka yang telah dicalonkan oleh kaum kapitalis, jika menang maka dia harus "menghambakan" diri kepada mereka yang telah mendanai bagi kemenangannya. Wajar, jika kolaborasi antara penguasa dan pengusaha dalam sistem kapitalisme adalah suatu keniscayaan.
Atau jika memungkinkan, kaum kapitalis itu sendiri yang terjun ke kancah politik. Misalnya dengan mencalonkan diri untuk menjadi penguasa.
Keserakahan terus menjangkiti kaum kapitalis ini. Untuk terus eksis, mereka berupaya mematikan industri lokal dengan mendirikan perusahaan multinational (MNC, multinational corporation). Dengan MNC ini mereka menguasai pasar.

Nah, untuk mengamankan perusahaannya, kaum kapitalispun tak segan melakukan intervensi di ranah kebijakan. Hal ini juga penting untuk menguasai bahan lokal. Misalnya mendorong dikeluarkannya regulasi yang mendukung proses liberalisasi. Di Indonesia, kita ingat betapa UU Penanaman Modal Asing sangat sarat dengan kepentingan investasi kaum kapitalis.
Tak berhenti di situ, kaum kapitalis akan menangguk untuk besar jika bahan baku lokal yang sudah dikuasainya itu murah. Untuk itu dijatuhkanlah kurs mata uang lokal.
Bukan itu saja, untuk menggerakkan roda-roda perusahaannya, kaum kapitalis akan mempekerjakan tenaga kerja yang paling murah. Caranya, sektor pendidikan diliberalisasi, dimana perguruan tinggi dibuat mahal.
Mengapa? Sebab peran negara untuk mengurus pendidikan harus dikurangi. Subsidi biaya pendidikan harus "dihabisi", sehingga biaya pendidikan bisa menjadi mahal dan produk yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan tuntutan pasar.
Model pendidikan seperti ini hanya mengasilkan manusia-manusia yang pragmatis, oportunis dan hanya bermental jongos. Sangat sulit dalam dunia pendidikan yang mahal dapat menghasilkan manusia-manusia yang idealis yang mau berfikir tentang jati dirinya maupun jati diri bangsanya.
Lantas bagaimana menjaga agar pangsa pasar atas produk mereka tetap ada, jika masyarakat memiliki pendapatan terbatas? Dibentuklah lembaga swadaya masyarakat (LSM/NGO) dan foundation yang bertugas untuk memberdayakan masyarakat agar tetap punya daya beli. Inilah puncak kejayaan kapitalis.
Apakah sepak terjang kaum kapitalis berhenti sampai di situ? Belum. Masih ada satu kartu truf yang membuat eksistensi mereka tak tersentuh. Sebuah mekanisme ekonomi yang dapat memperlicin seluruh sepak terjang mereka, yaitu dengan mewujudkan sebuah sistem mata moneter yang benar-benar menguntungkan mereka.
Sistem moneter yang mereka kembangkan adalah dengan menggunakan basis utama uang kertas. Dengan berbasiskan pada uang kertas, mereka akan mendapatkan tiga keuntungan sekaligus.
Pertama, keuntungan dari seignorage, keuntungan dari suku bunga dan keuntungan dengan mempermainkan kurs bebas. Dengan model tree in one inilah mereka akan dapat memperoleh keuntungan yang berlipat-lipat dengan tanpa harus banyak mengeluarkan banyak keringat. Penutup Demikianlah, proses hegemoni ekonomi kapitalisme berjalan hampir di seluruh dunia. Indonesiapun tak lepas dari cengkeramannya. Akibatnya sudah bisa dirasakan, penjajahan atas akses ekonomi berlangsung sangat masif tanpa perlawanan. Masyarakat kebanyakan, hanya menikmati dampak negatif dari keserakahan sistem ekonomi kapitalis ini. Tak layakkah hal itu dihentikan?(*)

Tidak ada komentar: